Saturday, June 16, 2012

Pertemuan - Indefiniteness


Sebentar lagi aku akan bertemu denganmu. Meski bukan untuk mendekatimu, menyambut tanganmu, dan memelukmu. Hanya bisa melihatmu. Tak juga dapat membesarkan pupil mataku. Keberadaanmu terlalu jauh, hingga mataku harus sesipit orang Cina. Haruskah terus melihatmu dengan jarak yang hanya bisa melihatmu samar.

Tak apalah bagiku. Paling tidak aku bisa melihatmu. Aku takut jika suatu saat aku tak bisa melihatmu lagi. Jauhlah tak mengapa. Samarlah tak jadi masalah. Aku bahagia karena telah melihat wujudmu yang selama ini hanya bisa kupandang lewat dunia maya.

Menggambarkan dan mengintepretasikan dirimu sesukaku mengkhayalkannya. Mengira-ngira seperti apa kamu. Akankah sama atas apa yang kuinginkan dari gambaran pikiranku dengan adanya kamu. Menyatukan antara keinginanku seperti apa menggambarkanmu dengan apa yang kuketahui tentangmu.

Memang tak banyak yang kuketahui. Itu mengapa aku sangat sulit membedakan antara impian dan kenyataan. Walaupun mungkin tak akan berbeda jauh, tetap saja aku tak bisa mengenalimu jauh. Kamu jauh di impianku. Karena itu kamu jauh tak mengenalku.

Pertemuan ini, mungkin doaku yang kuminta untuk bertemu denganmu. Saat itu aku tak lebih hanya ingin melihatmu. Seandainya aku meminta untuk bisa mengenalmu lebih jauh, lebih dari sekadar bertemu. Namun aku juga tak tahu nantinya. Apakah terkabulnya sebatas doa berjumpa denganmu atau Tuhan akan memberikan lebih dari yang kuminta.

Apapun yang terjadi nanti, aku bersyukur bisa melihatmu. Tak bisa mengharap lebih atas pertemuan singkat dengan beratus orang nanti. Mata akan terbagi pandangan, perhatian akan tersebar. Sekilas tentang perjumpaan esok. Mungkin akan seperti itu, aku juga tak tahu. Keinginan agar mata dan perhatian terpusat untukku mungkin akan terpecah menjadi perbandingan dengan kesempatan terkecil.

Sepertinya nyamuk sudah kenyang mengisap darahku yangku biarkan terlarut dalam malam. Kalut menunggu mata terpejam. Memikirkan apa yang kunamakan harapan esok hari. Menakuti hal yang belum benar-benar terjadi. Mengkhawatirkan esok yang tak tentu sesuai dengan rencana. Menjadikan masa depan sebagai suatu hal yang mengerikan. Ya Tuhan, mengapa aku bisa setakut ini? Mengapa aku tak yakin dengan ketetapanmu? Aku berdosa untuk itu. Namun tak bisa kupungkiri bahwa aku benar-benar teringkup dalam naungan ketakutan. Menyedihkan memang, namun aku tak bisa menyembunyikannya. Aku terlalu mengasihani diriku. Aku takut diriku akan terluka dengan ketidakpastian.

No comments:

Post a Comment